Usia tlah "menggerogoti" ingatan

"Ya Allah, berikanlah kesehatan kepada semua keluargaku, terutama aki.
 Berikanlah kesabaran dan keikhlasan kepada kami dalam menghadapi segala cobaan, termasuk untuk aki.
 Limpahkan kasih sayang dan karunia-Mu kepada kami, terlebih untuk aki.
 Engkau yang Maha Kuasa, lindungilah kami di dunia dan akhiratmu kelak."

Allah yang Maha mengetahui segala hal yang terjadi dalam hidup kita, jodoh, rizky, dan kematian. Maka ingatlah tentang-Nya.

Ini sebuah cerita tentang seseorang yang aku sayangi. Kakekku, ayah dari mamah yang tinggal di rumah depan rumahku. Aku sangat menyayangimu "aki". Ya, aki adalah panggilan ku untuknya, bukan aki dalam bahasa Jepang yang mungkin artinya jangan. Tapi aki dalam bahasa Sunda yang artinya kakek. Aki sudah berusia sekitar 70 tahun, badannya masih terlihat sangat kuat, gagah, masih seperti dulu. Profesi aki yang sudah dulu seorang guru Sekolah Dasar hingga menjadi seorang Kepala Sekolah masih di sekolah yang sama, membuatnya selalu terlihat ramah dan bijaksana. Kebijaksanaan dan semangat mengajarnya yang kemudian membuatnya diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, yang dengan uang pensiunnya itu pula dia masih bisa menafkahi keluarganya. 

Rumah yang berada di depan rumahku itu bisa dibilang cukup besar. Tapi saat ini orang2 yang tinggal didalamnya bisa dihitung dengan jari, atau kadang hanya ditempati oleh aki dan enin berdua saja, rumah itu jadi terasa sangat besar, sangat luas, dan sangat sepi. Enin adalah sebutan nenek dalam kultur Sunda, istri aki, juga ibu dari mamahku. Umurnya kira-kira 65 tahun, tapi dialah orang yang selalu membuatku malu dengan diriku sendiri. Bagaimana tidak, di usianya yang semakin beranjak tua itu, dia masih saja bekerja ke luar kota untuk menyebarkan dakwah Islam. Ingatannya pun luar biasa tentang agama Islam, selain tentang itu mungkin dia tidak begitu mudah mengingat, faktor usia yang membuatnya seperti itu.

Enin adalah seorang istri yang sangat memberi pengaruh dalam perjalanan kehidupan aki selama ini. Di samping eninlah aki menjadi laki-laki yang sangat penurut. Tak pernah aku melihatnya marah selama ini, hingga suatu malam saat kepulangan bibiku yang baru datang dari Arab Saudi. Mungkin saat itu dia kelelahan,  kalau saja kami tidak berisik waktu itu mungkin dia bisa beristirahat dengan tenang. Tapi kebahagiaan kami karena kedatangan bibi membuat kami lupa diri. Aki melemparkan sandal oleh-oleh pemberian bibi dan berteriak dengan sangat keras kepada kami. Aku kaget setengah sedih, baru malam itu aku melihat aki marah luar biasa. Rasanya aku ingin langsung meminta maaf karena sudah membuatnya terganggu, tapi bibi bersikap biasa saja. Ya, siapa yang lebih tau seorang ayah dibandingkan anaknya sendiri. Maka aku pun berusaha biasa saja. Walaupun dalam hati aku sangat sedih.

Tapi itu kisah lama, sekarang seiring bertambahnya usia, aki sudah berbeda. Tidak ada lagi marah, tidak ada lagi kebijaksanaan, tidak ada lagi teriakan maupun omelan dan candaannya. Walaupun dia masih ramah seperti dulu, namun kini sifatnya sudah kembali lagi seperti anak-anak. Dia tidak ingat nama anak-anaknya, apalagi cucu-cucunya, jangankan itu, hal yang rutin ia lakukan seperti shalat, terkadang ia kerjakan hingga 2 kali dalam 1 waktu shalat. Ia selalu lupa apakah ia sudah shalat atau belum, padahal ia baru saja pulang dari mesjid. 
Hanya karena enin bertanya, "apa, atos shalat teu acan?". (Ayah, sudah shalat belum?)
Maka jawabannya, "oh nya teu acan." (Oh iya, belum.)
Setelah itu dia akan langsung shalat kembali. Aku selalu tersenyum mengetahuinya.

Akhir-akhir ini, ingatannya semakin melemah, kondisi tubuhnya juga mulai menurun. Aki sudah tidak kuat berdiri setelah menunggu datangnya waktu shalat di mesjid. Bagaimana tidak, tidak ada pekerjaan lain yang ia sering lakukan selain menunggu datangnya panggilan shalat. Ia selalu rajin pergi ke masjid untuk menunaikannya. Hanya saja kepergiannya terlalu awal, kadang ia datang 1 jam sebelum adzan. Maka wajar bila ia merasa pegal dan tak kuat untuk berdiri. Dan para makmum (jamaah) akan selalu membantunya dan memijatnya agar bisa berdiri dan berjalan kembali.

Hal yang memilukan juga bagiku, saat itu waktu sudah sore, aku mendengar cerita mamah,
"kumaha atuhnya, apa hayong geura uih wae. Ditaros bade uih kamana, saurna teh ka Ciganitri." (Bagaimana ini, ayah ingin segera pulang. Ditanya mau pulang kemana, katanya mau ke Ciganitri.)
Kata mamah, "ari saur mamah teh, pan bumi apa mah ieu." (Kata mamah, kan ini rumah ayah.)
Maka jawab aki, "ngaku-ngaku imah sorangan mah meunang." (Mengaku rumah sendiri ceh tidak apa-apa.)
Dan setelah itu ia pun mempersiapkan bawaannya dan kemudian berjalan pergi ke rumah tempat tinggal yang ia ingat. Tapi tentu saja, kami keluarga mencegahnya, menahannya agar tidak pergi dan tetap menunggu kedatangan enin yang saat itu memang sedang pergi. Dan ia pun menurut saja. Tidak susah memang membujuk aki sekarang ini, layaknya seperti membujuk seorang anak kecil yang ditawari dengan macam-macam makanan atau barang kesukaannya ia pasti akan menurut.

Banyak sekali hal-hal atau kejadian yang sering membuatku sedih. Tidak hanya 1 kali itu saja, tapi bahkan  beberapa kali dalam 1 hari. Malangnya aki. Walaupun begitu, aku tetap menyayanginya, aku akan menjaganya semampuku, membantunya saat ia membutuhkan bantuan.
Aki..doa semua anak dan cucumu selalu untukmu agar selalu diberikan kemudahan dan kesabaran dalam menghadapi ujian ini dan semoga Allah selalu memberimu kesehatan. aamiin..




Komentar

  1. amiiin ^^
    yan jadi inget waktu dulu yan juga jagain nanang(kake) dari beliau menjadi anak2 kembali hingga beliau menghadap yang maha kuasa

    ^^* semoga aki tetep sehat selalu ya kka
    :)

    BalasHapus
  2. ia makasih ya..

    semoga nanang juga bisa diterima disisi Allah.. (',')

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Resep Bunda Catering Bandung

Berawal Dari Keahliannya dalam PERTANIAN

The Story with 'Pelabuhan Ratu'